Soal
1. Nominal / biaya berapa yang harus menggunakan tanda pembelian di bawah ini.
-struck
-nota
-bon
-kwitansi
-kontrak
2. Jelaskan apa itu harga tidak wajar, harga wajar, harga timpang
3. Bagaimana proses DED sampai ke proses kontrak (dr konsultan ke kontraktor)
4. Jelaskan Show Cause meeting dapat dilakukan berapa kali dan apa alasannya.
1.
NOMINAL/ BIAYA YANG DIBUTUHKAN
DALAM MENGGUNAKAN KONTRAK
Perpres No. 4 Tahun 2015 Pasal 70
Jaminan Pelaksanaan
diminta PPK kepada Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi untuk Kontrak bernilai
diatas Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 28 Perpres No. 16 Tahun 2018
1.
Bentuk Kontrak terdiri atas:
2.
Bukti pembelian/pembayaran;
3.
Kuitansi;
4.
Surat Perintah Kerja (SPK);
5.
Surat perjanjian; dan
6.
Surat pesanan.
·
Bukti pembelian/pembayaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa
Lainnya dengan nilai paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
·
Kuitansi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai
paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
·
SPK sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c digunakan untuk Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling
banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), Pengadaan Barang/Jasa Lainnya
dengan nilai paling sedikit di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
sampai dengan nilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), dan
Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).
·
Surat perjanjian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d digunakan untuk Pengadaan Barang/ Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) dan untuk Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai
paling sedikit di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2.
Harga
Wajar dan Harga Tidak Wajar
Pada pengadaan Pekerjaan
Konstruksi tunggal, untuk harga penawaran yang nilainya di bawah 80% (delapan
puluh perseratus) HPS, wajib dilakukan evaluasi kewajaran harga dengan
ketentuan:
-
Ketika menawar
dibawah 80%, penawaran penyedia akan diklarifikasi untuk item-item pekerjaan
yang harganya 80% dibawah harga di HPS, dichek apa memang harganya wajar
atau harganya dibanting;
Harga Timpang
Harga Satuan HPS
|
Harga Satuan Penawaran
|
> 110%
|
Klarifikasi
|
Sepakat
|
Timpang
|
Keterangan
|
10.000
|
10.500
|
Tidak
|
Tidak
|
Tidak
|
Tidak
|
< 110%
|
10.000
|
11.000
|
Tidak
|
Tidak
|
Tidak
|
Tidak
|
= 110%
|
10.000
|
11.500
|
Ya
|
Tidak
|
Tidak
|
Tidak
|
Gugur
|
10.000
|
11.500
|
Ya
|
Ya
|
Tidak
|
Tidak
|
Gugur
|
10.000
|
11.500
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
Timpang
|
Lanjut
|
Harga Satuan timpang adalah
merupakan harga satuan penawaran yang melebihi 110% dari Harga Satuan HPS, dan setelah
dilakukan klarifikasi. Jika
tidak memenuhi 2 hal tersebut maka tidak dapat dikatakan sebagai harga timpang.
Sehingga jika dibuat ilustrasi tabel yang dimaksud harga satuan timpang adalah:
3.
Proses dari pembuatan DED sampai pembuatan kontrak (dari
konsultan sampai kontraktor)
Konsultan perencana adalah pihak yang ditunjuk oleh pemberi
tugas untuk melaksanakan pekerjaan perencanaan, perencana dapat berupa
perorangan atau badan usaha baik swasta maupun pemerintah. Tugas konsultan
perencana dalam pelaksanaan proyek konstruksi salah satunya adalah membuat DED.
Detail
Engineering Design (DED) dapat diartikan sebagai produk dari konsultan
perencana, yang biasa digunakan dalam membuat sebuah perencanaan (gambar kerja)
detail bangunan sipil seperti gedung, kolam
renang, jalan, jembatan, bendungan, dan pekerjaan
konstruksi lainnya. DED dapat
dibuat lebih lengkap yang terdiri dari beberapa komponen seperti di bawah ini:
1.
Gambar detail bangunan atau bestek bisa
terdiri dari gambar rencana teknis. Gambar rencana teknis ini meliputi
arsitektur, struktur, mekanikal dan elektrikal, serta tata lingkungan. Semakin
baik dan lengkap
gambar akan mempermudah proses pekerjaan dan mempercepat dalam penyelesaian
pekerjaan konstruksi.
2.
Rencana Anggaran Biaya atau RAB adalah
perhitungan keseluruhan harga dari volume masing-masing satuan pekerjaan. RAB
dibuat berdasarkan gambar. Kemudian dapat dibuat juga Daftar Volume Pekerjaan (Bill of Quantity) serta spesifikasi dan harga. Susunan dari RAB nantinya akan direview,
perhitungannya dikoreksi dan diupdate harganya disesuaikan dengan harga pasar
sehingga dapat menjadi Harga
Perkiraan Sendiri (HPS).
3.
Rencana Kerja dan Syarat-syarat
(RKS) ini mencakup persyaratan mutu dan kuantitas material bangunan, dimensi
material bangunan, prosedur pemasangan material dan persyaratan-persyaratan lain yang wajib dipenuhi oleh penyedia pekerjaan
konstruksi. RKS kemudian
menjadi syarat yang harus dipenuhi penyedia sehingga dapat dimasukan ke dalam
Standar Dokumen Pengadaan (SDP).
Dari tugas yang sudah diselesaikan oleh
konsultan maka langkah berikutnya adalah melaksanakan proses lelang sebagai
langkah untuk menentukan kontraktor mana yang terpilih
untuk melaksanakan pembangunan proyek konstruksi. Kontraktor
bertanggung jawab secara langsung pada pemilik proyek
(owner) dan dalam melaksanakan pekerjaannya diawasi oleh tim pengawas dari owner serta dapat berkonsultasi secara langsung dengan tim pengawas terhadap masalah yang terjadi
dalam pelaksanaan.
Lelang dapat dilakukan dengan cara thender/penunjukan
langsung dengan urutan sebagai berikut:
a.
Pra / Pasca Kualifikasi:
1.
Pengumuman
ke surat kabar
2.
Undangan
kepada kontraktor
3.
Penjelasan
tentang proyek yang akan dikerjakan
4.
Kontraktor
memasukan dokumen pra kualifikasi
5.
Panitia
lelang mengumumkan kontraktor yang lolos dalam tahap pra kualifikasi
6.
Kontraktor
memasukan dokumen penawaran atau dokumen thender
7.
Pembuatan
risalah rapat untuk klarifikasi / negosiasi
8.
Panitia lelang memutuskan pemenang thender
b.
Pembuatan kontrak kerja konstruksi:
1.
Lelang dengan cara penunjukan langsung, MOU
(Memorandum of Understanding), LOI (Later of
Intence)
2.
Panitia membuat memo kepada kontraktor yang ditunjuk
3.
Pemberian dokumen lelang dan DED
4.
Pembuatan risalah rapat dan penjelasan
tentang proyek yang akan dikerjakan
5.
Kontraktor memasukan surat penawaran proyek konstruksi
6.
Negosiasi harga antara owner dan kontraktor
7.
Klarifikasi hasil nego
8.
Surat penunjukan langsung
9.
Pembuatan
kontrak kerja
Konstruksi
Isi kotrak:
Isi kontrak harus dibuat selengkap mungkin agar dapat
memudahkan pekerjaan bila ada kesalahan yang terjadi dan juga sebagai pedoman
yang sudah disepakati. Hal-hal yang tercantum dalam kontrak kerja antara lain:
1.
Para pihak yang bersepakat
2.
Ruang lingkup tugas dan pekerjaan
3.
Dasar pelaksanaan pekerjaan
4.
Penyediaan lokasi pekerjaan atau lapangan
5.
Harga borongan
6.
Waktu pelaksanaan
7.
Jaminan pelaksanaan
8.
Cara pembayaran
9.
Jaminan pembayaran
10. Asuransi
Penyesuaian dan kompensasi harga
11. Tugas
dan wewenang direksi lapangan
12. Serah
terima pekerjaan
13. Denda keterlambatan
14. Denda kelalaian
15. Wakil kontraktor
16. Tanggung
jawab umum kontraktor
17. Sub
Kontraktor
18. Peenentuan
pihak ke 3
19. Kepatuhan
terhadap undang-undang
20. Penundaan pekerjaan
21. Pekerjaan
tambah kurang
22. Penghentian
sementara pekerjaan
23. Keadaan
pailit dan pembayaran hutang
24. Pemutusan
hubungan kerja
25. Force majeure
26. Domisili
(hokum )
27. Penyelesaian
pekerjaan
28. Penutup, tata cara addendum
dan pengajuan hal-hal
lain yang tidak tercakup kedalam kontrak
29. Lampiran
berisi schedule, struktur organisasi, risalah-risalah rapat, dokumen rks, gambar dll
yang terkait.
4.
Show Cause Meeting
SCM secara deinitif diartikan sebagai Rapat Pembuktian. Dan
yang akan kita bahas disini adalah Rapat Pembuktian Keterlambatan pada pekerjaan konstruksi. Keterlambatan tersebut bisa terjadi karena kendala dari
segi material/bahan, kurangnya pekerja dilapangan dan kondisi alam. Show Cause
Meeting (SCM) diadakan oleh Pejabat Dinas terkait dalam hal ini Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK). Rapat diadakan dikarenakan adanya kondisi kontrak kerja
yang dinilai kritis dan berpotensi waktu pelaksanaan tidak sesuai dengan jadwal
penyelesaian pekerjaan yang telah dibuat.
Karena kontrak dinyatakan kritis dalam hal penanganan
pekerjaan, maka kontrak kritis harus dilakukan dengan rapat pembuktian SCM.
Pejabat Dinas dalam hal ini PPK harus memberikan peringatan tertulis atau
dikenakan ketentuan tentang kontrak kritis kepada kontraktor mengenai
keterlambatan dalam melaksanakan pekerjaan. Ketentuan
Kontrak Kritis sebagai berikut:
Sesuai dengan Permen PU No. 07/PRT/M/2011 Buku PK
06A-BAB VII B6 Angka 39.2, kontrak dinyatakan kritis apabila:
1)
Periode
I (rencana fisik pelaksanaan 0% - 70% dari kontrak), realisasi fisik
pelaksanaan terlambat lebih besar 10% dari rencana.
2)
Periode
II (rencana fisik pelaksanaan 70% - 100% dari kontrak), realisasi fisik
pelaksanaan terlambat lebih besar 5% dari rencana.
3)
Rencana
fisik pelaksanaan 70% - 100% dari kontrak, realisasi fisik pelaksanaan
terlambat kurang dari 5% dari rencana dan akan melampui tahun anggaran
berjalan.
Penanganan Kontrak Kritis sebagai berikut:
Penanganan Kritis Periode I dan Periode II
Penanganan Kritis Periode I dan Periode II
1)
Pada
saat kontrak dinyatakan kritis, Direksi pekerjaan menerbitkan surat peringatan
kepada kontraktor/penyedia dan selanjutnya menyelenggarakan Show Cause Meeting (SCM).
2)
Dalam
SCM PPK, Direksi pekerjaan, direksi teknis dan penyedia membahas dan
menyempakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh Penyediah dalam
periode waktu tertentu (uji coba pertama) yang dituangkan dalam Berita Acara SCM
Tingkat Pertama.
3)
Apabila
penyediah gagal pada uji coba pertama, maka dilaksanakan SCM II yang membahas
dan menyempakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh Penyedia dalam
periode waktu tertentu (Uji coba kedua) yang dituangkan dalam Berita Acara SCM
II.
4)
Apabila
Penyedia gagal pada uji coba tahap kedua, maka diselenggarakan SCM III yang
membahas dan menyempakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh
Penyedia dalam periode waktu tertentu (uji coba ketiga) yang dituangkan dalam
Berita Acara SCM III.
5)
Pada
setiap uji coba yang gagal, PPK harus menerbitkan surat peringatan kepada
Penyedia atas keterlambatan realisasi fisik pelaksanaan pekerjaan.
Dalam hal setelah diberikan SCM III yaitu Rencana fisik
pelaksanaan 70 % - 100 % dari kontrak, realisasi fisik pelaksanaan terlambat
kurang dari 5 % dari rencana dan akan melampui tahun anggaran berjalan dan
Penyediah tidak mampu memenuhi kemajuan fisik yang sudah ditetapkan, PPK
melakukan rapat bersama atasan PPK sebelum tahun anggaran berakhir, dengan
ketentuan:
1.
PPK dapat memberikan kesempatan untuk menyelesaikan sisa
pekerjaan paling lama 50 (lima puluh) hari kalender dengan ketentuan:
a) Penyedia secara
teknis mampu menyelesaikan sisa pekerjaan paliung lama 50 (lima puluh) hari
kalender, dan
b) Penyedia
dikenakan denda keterlambatan sesuai SSSK apabila pemberian kesempatan melampui
masa pelaksanaan pekerjaan dalam kontrak.
2.
PPK dapat langsung memutuskan Kontrak secara sepihak dengan
mengesampingkan pasal 1266 kitab Undang-Undang Hukum Perdata; atau
3.
PPK dapat menunjuk pihak lain untuk melaksanakan pekerjaan.
Pihak lain tersebut selanjutnya dapat menggunakan bahan/peralatan, Dokumen
kontraktor dokumen desain lainnya yang dibuat oleh atau atas nama penyedia.
Seluruh biaya yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan Pihak Lain sepenuhnya
menjadi tanggung jawab penyedia bedasarkan kontrak awal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar